1.
Pengertian
Korosi
Korosi atau Perkaratan berasal
dari bahasa latin ”Corrodere” yang berarti perusakan logam. Adapun
definisi korosi sebagai berikut.
Korosi adalah proses degradasi atau deteorisasi perusakan
material yang terjadi disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
Proses terjadinya karat
Korosi terjadi melalui reaksi redoks, di mana
logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen mengalami reduksi. Karat logam
umumnya berupa oksida atau karbonat. Karat pada besi berupa zat yang berwarna
cokelat-merah dengan rumus kimia Fe2O3·xH2O. Oksida besi (karat) dapat
mengelupas, sehingga secara bertahap permukaan yang baru terbuka itu mengalami
korosi. Berbeda dengan aluminium, hasil korosi berupa Al2O3 membentuk lapisan
yang melindungi lapisan logam dari korosi selanjutnya. Hal ini dapat
menerangkan mengapa panic dari besi lebih cepat rusak jika dibiarkan, sedangkan
panci dari aluminium lebih awet.
Korosi secara keseluruhan merupakan proses elektrokimia. Pada
korosi besi, bagian tertentu dari besi sebagai anode, di mana besi mengalami
oksidasi.
Fe(s) à Fe2+(aq) + 2e–
Elektron yang dibebaskan dalam oksidasi akan mengalir ke bagian
lain untuk mereduksi oksigen.
O2(g) + 2 H2O(l) + 4e–à 4 OH–(l)
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode akan teroksidasi membentuk
besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi Fe2O3·xH2O yang
disebut karat.
1. Penyebab Korosi
Faktor yang memengaruhi korosi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari
bahan meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur
kelumit yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor
dari lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembapan, keberadaan
zat-zat kimia yang bersifat korosif dan sebagainya. Bahan-bahan korosif (yang
dapat menyebab korosi) terdiri atas asam, basa serta garam, baik dalam bentuk
senyawa maupun organik. Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif ke udara
dapat mempercepat proses korosi. Udara dalam ruangan yang terlalu asam atau
basa dapat memmpercepat proses korosi peralatan elektronik yang ada dalam
ruangan tersebut. Flour, hidrogen fluorida beserta senyawaan-senyawaannya
dikenal sebagai bahan korosif. Dalam dunia industri, bahan ini umumnya dipakai
untuk sintesa bahan-bahan organik. Amoniak (NH3) merupakan bahan kimia yang
cukup bnyak digunakan dalam kegiatan industri . pada suhu dan tekanan normal,
bahan ini berada dalam bentuk gas dan sangat nudah terlepas ke
udara.
Korosi Galvanis (Bemetal Corrosion)
Disebut juga
korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua macam
metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang
sama. Elektron akan mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke
metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah
menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion-ion positif metal
bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di dalam elektrolit menjadi garam
metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan metal sehingga
terrbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat permukaan.
Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Korosi Sumuran Adalah korosi yang terjadi karena komposisi
logam yang tidak homogen dan ini menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai
tempat. Dapat juga adanya kontak antara logam, maka pada daerah batas akan
timbul korosi berbentuk sumur.
.
Korosi Regangan (Stress
Corrosion)
Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau
kompresi (Compressive) berpengaruh sangat kecil pada proses
pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan
lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan
yang disebut retak karat regangan.
Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam
lain atau non logam dan diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran
dan air sebagai sumber terjadinya korosi. Konsentrasi Oksigen pada mulut lebih
kaya dibandingkan pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan
bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju mulut
logam yang menimbulkan korosi.
Pengendalian / Cara Pencegahan Korosi
Korosi logam tidak dapat dicegah, tetapi dapat dikendalikan
seminimal mungkin. Ada tiga metode umum untuk mengendalikan korosi, yaitu
pelapisan (coating), proteksi katodik, dan penambahan zat inhibitor korosi.
Penambahan Inhibitor
Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu
lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan
korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme
pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran,
dan inhibitor teradsorpsi.
Inhibitor anodik
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi
dengan cara menghambat transfer ion-ion logam ke dalam air. Contoh inhibitor
anodik yang banyak digunakan adalah senyawa kromat dan senyawa molibdat.
Inhibitor katodik
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi
dengan cara menghambat salah satu tahap dari proses katodik, misalnya
penangkapan gas oksigen (oxygen scavenger) atau pengikatan ion-ion hidrogen.
Contoh inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit.
Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan cara
menghambat proses di katodik dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya
inhibitor komersial berfungsi ganda, yaitu sebagai inhibitor katodik dan
anodik. Contoh inhibitor jenis ini adalah senyawa silikat, molibdat, dan
fosfat.
Inhibitor teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organik yang dapat
mengisolasi permukaan logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk film
tipis yang teradsorpsi pada permukaan logam. Contoh jenis inhibitor ini adalah
merkaptobenzotiazol dan 1,3,5,7–tetraaza–adamantane.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar